Latest Movie :

Manajemen Masjid

MANAJEMEN MASJID BERBASIS “THE EIGHT HABIT”
Disusun: Muhammad Zen*)

مَسَاجـِـدُهُمْ عَامِرَةٌ وَهِيَ خَرَابٌ مِنَ الـْهُدَى (رواه البيهفى)

“Masjid-masjid dibangun megah (mentereng), tetapi sepi dari pelaksanaan (aktivitas ta’mir masjid) sesuai petunjuk dari petunjuk Allah”. Berbicara tentang masjid, hampir sama tuanya dengan kita membicarakan titik start penguatan kelembagaan dan motivasi perjuangan untuk pengembangan Islam di permukaan bumi ini, karena setelah Nabi Muhammad hijrah ke Madinah beliau berusaha bersama muhajirin lainnya dengan masyarakat setempat (kaum anshar) membangun masjid supaya orang-orang Islam berkumpul didalamnya untuk melaksanakan shalat lima waktu. Masjid yang pertama dibangun Rasul SAW adalah Masjid Quba. Ahmad Sutarmadi (2002) menjelaskan masjid pada masa Rasul SAW dan para sahabat sudah mulai difungsikan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat Islam waktu itu. Karena itu masjid menempati posisi sentral (Islamic Centre), yaitu sebagai kegiatan ibadah, pusat pembinaan umat Islam, sekretariat pemerintah Islam, pusat dakwah, pusat pengembangan kebudayaan Islam, mahkama Islam dan baitul mal (lembaga pemberdayaan ekonomi umat Islam) sebagai pusat kesejahteraan ekonomi kerakyatan yang dikembangkan oleh kelompok jama’ah masjid dalam terapi mengatasi kemiskinan . Masjid terambil dari kata bahasa Arab sajada yang berarti tempat sujud atau tempat menyembah Allah SWT. Secara teoritis-konseptual, masjid adalah pusat kebudayaan Islam. Dari tempat suci inilah, syiar keislaman yang meliputi aspek duniawi dan ukhrowi, material-spiritual di mulai. Berbagai catatan sejarah telah menorehkan dengan baik mengenai kegemilangan peradaban Islam yang secara langsung disebabkan olah dan cipta jasmani, ruhani, dan intelektual di pusat peradaban yaitu Masjid. Sayangnya, kini banyak di antara masjid-masjid di Indonesia yang masih memfungsikan masjid sebagai ritual ansich. Tidak menjadikan masjid sebagaimana semestinya berdasarkan kilasan sejarah tersebut. Untuk itu, para pengelola masjid hendaknya berpikir dan menginventarisasikan bagaimana bisa mencari solusi gejolak terpaan problematika jamaah masjid. Tentu, hal ini akan menjadi mimpi belaka saat mengelola masjid tanpa diiringi manajemen yang profesional dan modern yaitu berbasis “The Eight Habit” (Delapan Kebiasaan dalam Manajemen) . Oleh karena itu, hendaknya masjid tidak hanya dipandang sebagai suatu bangunan yang megah semata, namun perlu untuk dimakmurkan oleh seluruh komponen baik pengelola maupun jamaah agar terlaksana izzul islam wa al-muslimin. Mayoritas umat di Indonesia adalah umat Islam, apabila jumlah masjid yang ada di Indonesia benar-benar difungsikan sebagai ta’mir masjid dengan baik maka dalam waktu yang tidak lama salah satunya yaitu akan mengeluarkan bangsa ini dari keterpurukan akibat krisis multidimensional yang sudah diderita beberapa tahun ini. Karena salah satu fungsi masjid adalah memberikan pembinaan dalam berbagai bidang kehidupan termasuk sosial ekonomi. Singkatnya, Moh E. Ayub (1998) menegaskan di antara fungsi masjid sebagai pusat ibadah, pengembangan masyarakat serta persatuan umat dalam rangka meningkatkan keimanan, ketaqwaan, akhlak mulia, kecerdasan umat dan tercapainya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan usaha pengembangan pola idarah (manajemen), imarah (pengelolaan program) dan ri’ayah (pengelolaan fisik) . Pengelola Masjid Sebagai Ujung Tombak Ta’mir The Eight Habit from Effectiveness to Greatness (2004) --selanjutnya disingkat The Eight Habit (The 8th Habit)-- adalah judul buku karya Stephen R. Covey berbicara tentang pola manajemen hidup melalui delapan kebiasaan yang telah dipraktekkan oleh para manajer dan pengusaha sukses di dunia. Buku ini merupakan kelanjutan dari buku terlaris di dunia yaitu The Seven Habits of Highly Effective People . Tidak ketinggalan dengan buku sebelumnya karya ini juga telah mempengaruhi berjuta-juta orang di seluruh dunia dalam mencapai kesuksesan mengelola bisnis dan organisasi termasuk manajemen masjid. The 8th Habit (delapan kebiasaan hidup) mengajak pengelola masjid sebagai ujuk tombak ta’mir masjid untuk mulai memperhatikan kebutuhan-kebutuhan orang-orang di sekitar kita, termasuk jamaah masjid, untuk melampaui efektivitas dan meraih keagungan ta’mir. Semakin baik pengelolaan masjid dengan kreatif dan inovatif meramu kegiatan akan memberikan citra tersendiri bagi sebuah masjid di mana tercermin setting budaya, pendidikan, ekonomi, sosial keagaamaan masyarakat setempat. Pengelolaan masjid secara professional berarti berupaya untuk ta’mirkan masjid. Allah SWT. berfirman surat at Taubah ayat 18: “Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut kepada siapapun selain kepada Allah, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk”. The 8th Habit mengajarkan pengelola masjid untuk menemukan panggilan jiwa dan hidup penuh kebanggaan maupun gairah yang luar biasa sebagai pengelola masjid, tidak sebaliknya merasa malu dan close minded . Sebagai pengelola sebuah masjid baik masjid pedesaan, masjid perkantoran, masjid pusat perbelanjaan, masjid lembaga pendidikan, masjid agung, masjid elit, masjid organisasi, maupun masjid perkotaan. Hendaknya, setiap pengelola masjid senantiasa berusaha memperbaiki kinerja, sebab ingatlah kesuksesan seseorang atau lembaga apapun termasuk masjid yaitu menjaga trust (kepercayaan). Berusahalah menjaga trust masyarakat yang telah diberikan dan dipercayakan kepada Anda. Ketahuilah, trust sangat sulit diberikan kembali jika pengelola tak mampu memberikan dan membuktikan manfaat yang terbaik dalam mengelola sebuah masjid atau lembaga apapun. Tak ada kata yang terlambat dalam merealisasikan sebuah kegiatan dalam memakmurkan masjid. Mulailah dengan konsep 3 M AA Gym (mulai dari diri sendiri, mulai dari yang kecil, mulai sekarang juga). Dengan demikian, berarti pengelola sudah membuktikan manfaat bagi jamaah dan masyarakat umumnya, mengilhami orang lain untuk menemukan panggilan jiwa mereka dalam melaksanakan aktivitas ta’mir masjid. Melalui kombinasi 4 kecerdasan (kecerdasan fisik (Pisical Quetiont/PQ), kecerdasan mental (Intelligence Quetiont /IQ), kecerdasan emosi (Emotional Quetiont /EQ), dan kecerdasan spiritual (Spiritual Quetiont /SQ) ). Tentunya, kecerdasaan tersebut dimiliki setiap manusia termasuk pengelola masjid agar menjadi manusia yang bermanfaat bagi yang lainnya, dapat menggapai hidup ini menjadi penuh dengan makna dan keagungan. Rasul bersabda; “Sebaik-baik manusia adalah yang panjang usianya dan banyak amal karikatifnya”. (HR. Bukhori). The 8th Habit juga mempu memberikan inspirasi setiap pengelola masjid menggapai kesuksesan untuk bekerja, mengurangi buta aksara dan membangkitkan entrepreneurship jamaah agar ekonomi umat kian membaik. Eksistensi entrepreneurship sangat diperlukan setidak-tidaknya untuk meminimalisasi tingkat kriminalitas di lingkungan masjid. Bukankah “Kefakiran mendekatkan kepada kekufuran”??? Senada apa yang tercantum pada salah satu misi pengelolaan masjid menurut Dewan Masjid Indonesia (DMI) adalah meningkatkan ekonomi jama’ah sesuai dengan sumber alam, sumber manusia yang tersedia untuk menghasilkan barang-barang jadi, jasa dalam berbagai kegiatan ekonomi seperti industri, nelayan, pertanian, perdagangan, pelayanan dan jasa. Kegiatan strategis untuk meningkatkan ekonomi jama’ah dapat dilakukan dengan mengusahakan permodalan melalui koperasi dan lembaga keuangan yang menguntungkan seperti membangun BMT di masjid dengan dukungan pengelolaan zakat, kerjasama dengan perbankan, mencari modal dari sumber lain yang halal, membangun kerjasama anggota jama’ah masjid dalam menumbuhkan ekonomi dengan memanfaatkan tenaga ahli sesuai dengan situasi setempat seperti membuat sentra ekonomi. Di samping itu masjid juga dapat berperan sebagai pengelola ZIS profesional dan sebagai pusat pendidikan serta perpustakaan. Sebab, pengelola masjid lebih mengetahui kondisi dan kebutuhan masyarakat sekitar sehingga pemungutan dan distribusi zakat lebih merata. Untuk itulah diperlukan adanya delapan kebiasaan agar pengelola masjid dapat memakmurkan masjid dan tercapai kesuksesan tujuan yang diharapkan. Langkah-langkah Manajemen Masjid Berbasis The Eight Habit Adapun delapan kebiasaan (The Eight Habit) tersebut yang mesti dimiliki oleh para pengelola masjid sebagai berikut: Kebiasaan Pertama, proaktif (be proactive) . Sebagai pengelola masjid kebiasaan proaktif ini sangat diperlukan, agar semua kegiatan yang telah direncanakan dapat terlaksanakan sebagaimana mestinya. Proaktif berarti lebih dari sekedar berinisiatif dan aktif. Orang yang proaktif tidak pernah mengeluh, tidak pernah menyalahkan apa pun atau siapa pun atas keadaan yang dialaminya. Di mana proaktif selalu mencermati kegiatan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat (jamaah masjid) seperti; Pendidikan Bahasa (Arab & Inggris), Bimbingan Membaca Al-Qur'an, Pendidikan & Pelatihan Komputer, Pendidikan Meningkatkan Kwalitas Kinerja Guru, Bimbingan Membaca Al-Qur'an Karyawan, Pendidikan Komputer TK/ TPA, Perpustakaan, Bazar Amal, Pesantren Ramadhan/ Kilat, Pemberian Beasiswa, Khitanan Masal, Peringatan Hari Besar Islam, Nasyid, Qasidah, dan Penerbitan. Di samping, mencari solusi hambatan dan ancaman yang mengganjal setiap kegiatan baik dari sisi keaktifan pengurus, jamaah, administrasi dan dana, bangunan fisik maupun K4 (kebersihan, keindahan, ketentraman, dan ketertiban) masjid. Karena itu, proaktif pengurus juga dapat dibuktikan dengan komitmennya membuat data base jamaah masjid. Ahmad Yani menjelaskan, paling tidak ada enam nilai penting dari data jamaah masjid , antara lain: Pertama, dapat diketahui jumlah yang konkrit dari jamaah, berapa laki-laki perempuan, kanak-kanak, anak-anak, remaja, pemuda maupun orang dewasa dan orang tua, bahkan para manula (manusia lanjut usia), begitu juga dengan jumlah keluarga hingga jumlah anak yatim, janda dan duda. Kedua, bisa diketahui potensi atau kualitas jamaah yang sesungguhnya, baik dari segi pekerjaan, jabatan, aktivitas, dana, fasilitas hidup yang dimiliki, pengalaman, pendidikan, ketrampilan, kemampuan bahasa, keahlian, status sosial hal ini sangat penting sehingga manakala masjid memerlukan sumber daya manusia dengan keahlian atau pengalaman tertentu bisa dengan mudah menghubunginya. Ketiga, dapat diketahui identitas jamaah yang sesungguhnya, misalnya dari segi umur, warna kulit, golongan darah, suku, jumlah keluarga. Hal ini dibutuhkan manakala ada informasi yang terkait dengan jamaah bisa disampaikan kepada mereka, misalnya bila ada informasi lapangan kerja untuk pemuda usia 20-30 tahun, maka pengurus masjid bisa menginformasikan kepada jamaah yang berusia tersebut. Keempat, dapat diketahui kondisi kepribadian jamaah mulai dari bakat, minat, hobi, sikap dan tingakatan pemahaman dan pengamalan keagamaan misalnya kemampuan membaca Al-Qur'an dan lain-lainnya. Kelima, dapat dilakukan proyeksi pengembangan program kegiatan pada masa kini dan mendatang. Keenam, dapat diketahui keinginan, kritik dan saran jamaah terhadap masjid dan kepengurusannya, baik yang berkaitan dengan kegiatan, fasilitas, khatib, pendanaan, informasi, dan lain-lainnya. Hal ini karena fungsi masjid sebagai pusat pembinaan dan pengembangan umat, pengurus masjid harus melakukan program pembinaan dan pengembangan jamaah. Agar pembinaan dan pengembangan dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang jelas, maka mendata jamaah menjadi sesuatu yang sangat penting. Pendataan merupakan sesuatu yang sangat penting, disebut penting karena pendataan merupakan bagian yang sangat pokok dari perencanaan. Perencaaan yang baik baru bisa dilakukan -salah satunya-- manakala diketahui data awal tentang situasi dan kondisi yang menjadi pelaksana dan sasaran dari suatu perencanaan, demikian pula halnya dengan masjid. Karena itu, pada banyak instansi terdapat data yang terkait dengannya, misalnya di rumah sakit ada data para medis, karyawan dan pasien. Di kantor ada data karyawan, di kampus ada data dosen, karyawan dan mahasiwa, di sekolah ada data guru, karyawan dan murid. Karena itu di masjid semestinya ada data tentang jamaah, namun yang amat disayangkan adalah jutseru pada umumnya di masjid-masjid tidak terdapat data tentang jamaah, padahal data jamaah sangat diperlukan bagi pengembangan masjid kita pada masa-masa yang akan datang. Allah SWT berfirman dalam QS Ar-Ra’du 13: 11, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” Kebiasaan pertama ini mengingatkan bahwa kitalah pemrogram kehidupan kita sendiri, pengelola masjid sebagai medium of change ta’mir tidaknya sebuah masjid. Kebiasaan Kedua, mulai dengan akhir dalam pikiran (begin with the end in mind). Kebiasaan kedua ini menegaskan pengelola masjid untuk melakukan aktivitas kegiatan mulai dengan akhir dalam pikiran, maksudnya adalah pengurus masjid harus memiliki tujuan yang jelas dalam memakmurkan masjid. Mempunyai tujuan berarti mencakup visi, misi, dan sasaran. Kebiasaan ini menunjukkan perlunya arah dan cara menjalani dan menentukan hal-hal yang utama dalam memanaje masjid. Hal-hal yang utama dalam mengatur masjid adalah terwujudnya tujuan-tujuan berharga secara progresif dan seimbang dalam aspek kehidupan baik secara fisik, emosional, intelektual, sosial, finansial, mental, maupun spiritual. Dalam keputusan mu’tamar IV DMI dapat dicermati tujuan DMI adalah meningkatkan keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, dan kecerdasan umat serta tercapainya masyakat adil dan makmur yang diridhai Allah SWT dalam wilayah negara Republik Indonesia. Visi DMI adalah menjadikan masjid sebagai tempat ibadah, muamalah dan persatuan umat. Sementara misinya adalah mewujudkan fungsi masjid sebagai pusat ibadah, pengembangan masyarakat dan persatuan. Kegiatan tidak akan terlaksana tanpa memiliki tujuan, visi, dan misi yang jelas. Islam menegaskan betapa pentingnya posisi niat yang kita terjemahkan tujuan, visi, dan misi dalam berbagai kehidupan. Allah menegaskan pentingnya posisi niat tersebut QS Al-Bayyinah(98); 5: Artinya: "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan niat yang ikhlas (memurnikan keta`atan) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus" Rasulullah SAW juga menekankan pentingnya ultimate goal, visi dan misi dalam berbagai aktivitas; “Setiap perbuatan tergantung niatnya (tujuan, visi dan misi)” (HR. Muslim). Imam As-Syuyuti dalam Al-Asybah wa Nadzair menjelaskan al-umuru bi maqaasidihaa (segala sesuatu tergantung tujuan, visi, dan misi). Sebagai makhluk hidup tentu memiliki tujuan akhir hidup adalah beribadah kepada Allah dalam pengertian luas. QS. Azariyat (51): 56 "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku." Kebiasaan kedua ini mengajarkan agar kita memilih dan menuliskan program kehidupan kita di masa mendatang, menentukan apa yang kita tuju dalam hidup ini apakah itu sebagai pengelola masjid atau sebagai manusia secara individu. Kebiasaan Ketiga, dahulukan yang utama (put first things first). Mendahulukan yang utama merupakan kebiasaan yang menuntut integritas, disiplin dan komitmen. Kebiasaan ketiga ini sebagai perwujudan dari skala prioritas pengelola masjid dalam memilih kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki baik dari aspek keuangan, maupun sumber daya lainnya, di samping juga memperhatikan needs assesment (rumusan kebutuhan) para jamaah. Memilih dan memilah hanya melakukan hal-hal yang utama, yaitu aktivitas-aktivitas yang akan membawa pada tercapainya tujuan yang telah ditetapkan oleh semua komponen. Kebiasaan ketiga menekankan pentingnya memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Allah SWT menegaskan orang tersebut sebagai orang yang sukses dalam QS Al-Mu’minun 23: 3, “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna" Kebiasaan Keempat, berpikir menang-menang (think win-win) . Kebiasaan keempat ini mengharapkan dalam memanaje masjid tidak ada unsur yang dirugikan baik pengelola, jamaah, remaja dan sebagainya. Kebiasaan ini berasal dari latihan setiap individu untuk sebuah kejujuran (honesty, menyesuaikan kata dengan perbuatan), integritas (integrity, menyesuaikan perbuatan dengan perkataan), kematangan (maturity), dan mentalitas kelimpahan (aboundance mentality), keyakinan bahwa karunia Allah SWT tersedia tanpa batas bagi siapa pun yang mengikuti causality law atau ketentuan-Nya, sebagai lawan dari mentalitas kelangkaan, search mentality) Sehingga kehadiran kebiasaan ini diharapkan mampu memotivasi pengelola masjid dalam menyusun sebuah perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian manajemen masjid yang mengarah kepada asas manfaat sesuai dengan NWD (need/ kebutuhan, want/keinginan, dan demand/ permintaan)semua lapisan komponen masjid baik pengurus masjid maupun jamaah sehingga kemesraan antar sesama mereka dapat tercapai dalam mencipta program dan menjalin ulhuwah islamiah menjadi sebuah pernik mutiara tetap terjaga sehingga terpola insan yang bermanfaat bagi yang lainnya. Kebiasaan Kelima, berusaha memahami terlebih dahulu baru minta dipahami (seek first to understand than to be understood) . Kebiasaan kelima menunjukkan bahwa kunci kesuksesan mengelola masjid adalah saling memahami, membantu, mengerti dan mengasihi. Tidak hanya bertepruk sebelah tangan, harus dua tangan agar serasi, senada dan seirama. Jika pengelola ingin dipahami, dimengreti dan dikasihi dan dibantu oleh jamaah dalam menyukseskan ta’mir masjid. Pengelola harus tahu hakikat yang dibutuhkan jamaah. Islam mengatur adab dalam bertamu, bertetangga, berteman, bermasyarakat dan seterusnya. QS. Al-Hujurat: 11: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim”. Kebiasaan kelima inilah yang merupakan simbolisasi setiap insan untuk menghormati, memahami hak orang lain kalau ingin dihormati dan dipahami agar tercapai sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Kebiasaan Keenam, wujudkan sinergi (sinergize). Bersinergi berarti keseimbangan dapat digapai. Sinergi dapat dicermati jika ada kerjasama yang harmoni antara pengelola, ustadz dan para jamaah masjid (human capital), masjid memiliki akses teknologi informasi (Information Capital) yang memadai agar pengurus masjid mengelola masjid sesuai dengan perkembangan teknologi zaman, terpola kerjasama antar sesama dalam menyukseskan kegiatan dan adanya proses pembelajaran dan pengembangan organisasi (organization capital) sehingga terbentuk budaya organisasi masjid sesuai dengan tuntutan syariah dan jamaah. Untuk melaksanakan kegiatan ta’mir dan mencari solusi terbaik dari berbagai ragam perbedaaan yang ada baik aqidah maupun pendapat, terpola saling menghargai open minded dan kerjasama dengan pihak yang berkepentingan. Sinergi juga bisa dicermati adanya keseimbangan kegiatan masjid antara yang berinvestasi dunia dan berinvestasi akhirat. Allah berfirman QS. Al-Qashas (28):77: Artinya: "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." Betapapun hebatnya kemampuan pengelola, tanpa adanya kerja sama tak bisa melaksanakan kegiatan sesuai yang diharapkan. Oleh karena itu kerja sama semua komponen dalam kebaikan sangat dianjurkan. Bukankah sapu lidih yang berserakan akan sangat mudah dipatahkan, namun akan sulit dipatahkan jika dihimpun dan diikat. Imam Ali RA pernah berujar: الحق بلا نظام سيغلب الباطل بنظام “Bahwa kejahatan yang terorganisir dapat mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir.” Kebiasaan Ketujuh, mengasah gergaji (sharpen the saw). Kebiasaan ketujuh ini menekankan pentingnya secara terus menerus pengelola masjid mengasah gergaji fisik, emosional, intelektual, sosial, finansial, mental dan spiritual. Artinya, pengelola masjid sudah sepatutnya memperbaiki terus menerus kinerja kepengurusan, manajemen, kegiatan, dan bangunan fisik masjid melalui learning by proses (belajar dengan proses). Dari waktu ke waktu hendaknya pengelola terus berjuang meningkatkan kesuksesan tersebut dalam kegiatan ta’mir. Islam menganjurkan kepada kita untuk setiap saat memperbaiki prestasi yang digapai, orang Islam adalah orang yang hari ini harus lebih baik daripada kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Kebiasaan ini mengantarkan setiap pengelola untuk sibuk memperbaiki dirinya sendiri dan organisasinya dalam memanaje sebuah masjid sehingga tidak mempunyai waktu tersisa untuk mencari-cari kesalahan dan aib orang lain dalam memanaje masjid. Allah berfirman QS. Al-Hasyar (59): 18 يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ. Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." Banyak di antara pengelola masjid yang mengeluhkan faktor lingkungan atau setting antropologi masyarakat yang majemuk serta meratapi kendala berupa kurangnya sumberdaya yang diperlukan untuk suksesnya ta’mir tanpa memperbaiki kekurangan yang tampak. Kebiasaan Kedelapan: Temukan suara Anda dan ilhami orang lain menemukan suara mereka (Find your voice and inspire others to find their). Kebiasaan ini mengajarkan bahwa pengelola harus menemukan suara hati mereka, mengapa mereka terpilih jadi pengelola masjid apa manfaatnya bagi dia sendiri, masyarakat, negara dan bangsa? Sehingga pertanyaan tersebut menginspirasikan bagi setiap individu termasuk pengelola masjid untuk menjadi bermanfaat bagi lainnya saat menjadi pengurus maupun tidak. Orientasi pengelola akan terpatri dalam jiwa raganya membuat skim aneka varian kegiatan masjid yang dapat memberikan konstribusi riil dan bermanfaat bagi dirinya, keluarga, masyarakat, agama, bangsa dan negara. Kemampuan pengelola masjid menemukan suara (intuisi) mereka tentunya dianugerahkan oleh Allah sejak lahir. Ketika pengelola masjid sukses memakmurkan masjid sudah sepatutnya mereka mengeinspirasikan kepada pengelola masjid lainnya untuk sukses. Dengan demikian, masjid tersebut boleh dikategorikan sebagi masjid percontohan. Sehingga tepat kiranya kata orang bijak; “Jika anda ingin sukses belajarlah dengan orang sukses, jika lembaga (organisasi, masjid) Anda ingin sukses belajarlah dengan masjid yang sukses”. Rasul bersabda; “Sebaik-baik kamu adalah orang yang bermanfaat bagi orang lainnya” (HR. Muslim) Allah SWT berfiman QS. Al-Imran (3): 104: وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ(104) Artinya: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung." Penutup Hadirnya pola manajemen yang dikembangkan oleh Stephen R Covey melalui The Eight Habit memberikan warna tersendiri bagi perbaikan kinerja sebuah organisasi, perusahaan termasuk juga mengelola masjid di tanah air ini yang notabene memiliki problematika dan multi kendala masing-masing. Solusi atas hal tersebut tentunya memberikan arahan baru bagi pengelola dalam memanaje masjid dengan basis The Eight Habit yang melakukan upaya langkah-langkah kebiaasaan dari kebiasaan pertama sampai kebiasaan terakhir, di mana pengurus masjid akan senantiasa berpikir dari hati nurani terdalam memberikan yang terbaik dalam menjaga kepercayaan dan memikul tanggung jawab memakmurkan masjid sesuai visi, misi dan tujuan bersama. Kegiatan apapun yang direncanakan pengurus masjid dapat diupayakan untuk dapat terlaksana karena adanya keikhlasan dalam mencipta yang terbaik. Singkatnya, keikhlasan mengelola masjid dapat kita cermati dari frekuensi efektivitas dan efisiensi terlaksananya kegiatan-kegiatan yang mendukung dalam proses ta’mir masjid. Dengan demikian, manajemen masjid berbasis The Eight Habit ini berusaha meyakinkan bahwa siapapun orangnya tidak memandang bulu --apakah dari sisi pendidikan, kekayaan dan sebagainya-- mampu menjadi pengelola yang profesional yang dapat menggapai kesuksesan ta’mir masjid dan meminimalisisai kegagalan dalam berbagai aspek kehidupan dengan syarat memenuhi delapan kebiasaan tersebut. Ronie Lessem dalam “Intrausaha Analisis Pribadi Pengusaha Sukses” (1992) menyatakan pengelola sukses adalah yang memiliki pola manajemen organisasi (masjid) yang baik di samping sebagai seorang pengambil resiko yang akan melakukan aktivitas memakmurkan masjid. Al-hasil, The eight habit setidak-tidaknya dapat menstimulasi pengelola, ustadz, jamaah, remaja, perempuan, dewasa dan seterusnya untuk menjadi yang terbaik, menjadi manusia sejati dan tangguh dalam menghadapi sebesar apapun problematika yang dihadapi dalam ta’mir masjid. DAFTAR PUSTAKA Agustian, Ary Ginanjar, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, (Jakarta: Penerbit Arga, 2001) As-Suyuthi, Al-Imam Jalaluddin Abdur-rahman bin Abu Bakar, Al-Asybah wa An-Nadzaair fi Al-Furu’, (Beirut: Dar al_fikr, tt) Ayub, Moh E., dkk, Manajemen Masjid, (Jakarta: GIP, 1998) Chowdhury, Subir, et.al, Organization 21C; Someday all Organizations Will Lead This Way, (United Statea of America: Financial Times Prentice Hall, 2003) Covey, Stephen R, The 8th Habit From Effectiveness to Greatness, (New York: Free Press, 2004) Cravens, David W, and Charles W Lamb, Strategic Marketing Cases and Applications, (United Sates of America, Richard D Irwin INC, 1983) Kaplan, Robert S. , and David P. Norton, Strategy Maps; Converting Intangible Assets into Tangible Outcames, (Boston: Harvard Business School Press, 2004) Kertajaya, Hermawan, on Marketing Mix, (Bandung: Mizan dan MarkPlus&CO, 2006) Lessem, Ronie, Intrausaha Analisis Pribadi Pengusaha Sukses, (Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo, 1992) Martin, Anthony Dio, Emotional Quality Management, (Jakarta: Penerbit Arga, 2003) Sutarmadi, Ahmad, Visi, Misi, dan Langkah Strategis; Pengurus Dewan Masjid Indonesia dan Pengelola Masjid, (Jakarta: Logos, 2002) Umar, Husein, Evaluasi Kinerja Perusahaan, (Jakarta : Gramedia, 2003), h. 127 Unais, Ibrahim et.al., Mu’zam al-Wasit, (Mesir: Dar al_ma’arif, 1972), jilid I Yani, Ahmad Pentingnya Data, www. Al-Islam. Yusanto, Muhammad Ismail dan M. Karebet W, Manajemen Strategis Perspektif Syariah, (Jakarta: Khairul Bayan, 2003) Yuwono, Sony, dkk., Petunjuk Prkatis Penyusunan Balanced Scorecard, (Jakarta: Gramedia, 2004) Zen, Muhammad “Signifikansi Manajemen Dakwah Islam dalam Agenda Perubahan Sosial”, Jurnal SIMBOL, edisi khusus 2003 --------------------, Ada Apa Dengan Manajemen, acara Kuliah Umum Manajemen kerja sama STAI Insan Cendekia dan BEMJ-MD UIN Jakarta di Aula STAI Kec Leuwiliang Kab. Bogor, 12 Februari 2006 --------------------, Aplikasi Manajemen Dalam Aktivitas Pengembangan Dakwah, acara Propesa BEMJ-MD UIN Jakarta, 02 Agustus 2005 --------------------, Bagaimana Membuat Peternakan Uang dan Uang Mengejar Kita, acara perkuliahan Sekolah Calon Pengusaha Muslim Good Life School of Entrepreneur, Aula Masjid Fathullah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 7 Mei 2006 --------------------, Etika Bisnis Islam, acara perkuliahan Sekolah Calon Pengusaha Muslim Good Life School of Entrepreneur, Aula Masjid Fathullah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 22 April 2006 --------------------, Masjid Masa Lalu, Saat Ini, Akan Datang Sebagai Sarana Pengembangan Ummat, pada acara Training Manajemen Masjid, Masjid Jami’ At-Taqwa Kembangan Selatan Jakarta Barat, 18 April 2004 --------------------, Mengkaji Ulang Program Manajemen Dakwah, acara “Sarasehan Jurusan Manajemen Dakwah” BEMJ-MD, Ruang Teater Lt. VI 12 Mei 2005 --------------------, Menyatukan Visi dan Misi Remaja Masjid dalam Menghadapi Tantangan Masa Depan Menuju Organisasi Ideal, pada acara “Training Leadership dan Manajemen Masjid”, Kerja sama Remaja Islam Kelurahan Kramat Jati dan Mahasiswa KKN UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 25 Agustus 2002, di Aula Kantor Kelurahan Kramat Jati Lt. 2 Jakarta Timur --------------------, Optimalisasi Manajemen Masjid, pada acara Training Manajemen Masjid, KKN UIN Jakarta Lokasi Bantar Gebang, 12 Agustus 2003. --------------------, Perananan Zakat Sebagai Media Social Capital Dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat, acara Seminar Nasional “Peranana Social Capital Dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat” Fakultas Ekonomi Universitas Al-Washliah (UNIVA) Medan di Hotel Semarak Internasional, 11 Juni 2005 --------------------, Pola Manajemen Hidup The Eight Habit Dalam Al-Qur’an, acara pengajian PT Bakrie Pipe Industrie Bekasi Masjid Jami Ar-Rahmah, 19 Maret 2006 --------------------, Problematika Manajemen Masjid Kini dan Esok, pada acara Pelatihan Manajemen Remaja Masjid, Masjid Al-Fath Pondok Maharta Ciledug, 8 Nopember 2004 --------------------, Prospek Zakat & Wirausaha, pada acara bedah buku Zakat dan Wirausaha diselenggarakan oleh ISEF STEI SEBI, 19 April 2005 --------------------, Refleksi Muharram Sebagai Media Muhasabah Dan Kesalehan Sosial, acara Bakti Sosial BEMJ-MD UIN Jakarta di Bogor --------------------, Strategi Planning Manajamen Masjid Melalui Pendekatan Analisa SWOT, pada acara Training Manajemen dan Leadership Remaja Masjid, Kelurahan Pondok Cina Kecamatan Beji, Depok, 8 Agustus 2000. --------------------, The Eight Habit Dalam Al-Qur’an & Hadis, khutbah Jum’at di Masjid Nurul Iman Ciganjur, 17 Maret 2006 --------------------, Ukhuwah Islamiah Dalam Isu Globalisasi, Kerja Sama Rasionalika dan Ikatan Santri Darus Sunnah (ISDAR) Jakarta, 10 Desember 2004 --------------------, Urgensi Manajemen Dakwah, pada acara Diskusi Dwi Minguan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) IAIN Syarif HIdayatullah Korfak Al-Azhar, 26 April 2001 --------------------, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta: CED, 2005), h. 39-41 --------------------, Social of Change: Signifikansi Manajemen Modern menuju Profesionalisme Dakwah Islam, acara Stadium General Jurusan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 29 September 2003 --------------------, Signifikansi Manajemen dakwah Islam dalam Agenda Perubahan Sosial, acara Propesa Excelent BEMJ-MD UIN Jakarta, 4 September 2004 --------------------, Membincang Perkembangan Industri Film Religi dalam Bingkai Dakwah Islam, acara BEMF-Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta, Ruang teater FDK Lt. 2, 20 Oktober 2005
Share this article :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. KONSULTASI ZAKAT DAN EKONOMI ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger